GMNISULTRA.OR.ID - Sebanyak 89 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di seluruh Indonesia, mulai dari Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT hingga Papua mengeluarkan rilis pers dan pernyataan sikap bersama terkait tragedi gugurnya kawan Ojol yang terlindas mobil barakuda Brimob saat aksi bubarkan DPR di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).
Menurut GMNI, peristiwa tersebut bukan hanya sebuah insiden yang memiluhkan bagi masyarakat Indonesia, melainkan ini telah menjadi bukti nyata bahwa praktik kekerasan yang dilakukan negara terhadap rakyat masih terus berlangsung hingga saat ini di Agustus 2025.
"Bagi kami, Aktivis GMNI, gugurnya kawan Ojol adalah duka mendalam sekaligus tamparan keras bagi demokrasi Indonesia. Nyawa yang melayang hari ini adalah representasi dari kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya. Aparat yang seharusnya menjaga keamanan justru berubah menjadi alat represi yang merampas hak-hak rakyat," ujar Mereka dalam keterangan persnya, Jumat (25/8/2025).
Dalam keterangan persnya, GMNI juga memberikan tanggapan bahwa semestinya demokrasi memberi ruang kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, serta jaminan keselamatan bagi setiap warga negara yang menyampaikan aspirasi. Namun pada kenyataannya, yang kita saksikan hari ini adalah sebaliknya: kekerasan, ketakutan, dan korban jiwa.
"Di tengah duka ini, kami dari Aktivis GMNI, menegaskan dukungan penuh terhadap gerakan mahasiswa rakyat yang turun ke jalan. Demonstrasi yang dilakukan hari ini bukanlah tindakan tanpa makna, melainkan ekspresi murni dari keresahan rakyat terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan," sambung Mereka.
GMNI juga menyatankan bahwa aksi unjuk rasa adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945, dan dalam sejarah bangsa ini, ia telah menjadi salah satu jalan sah untuk mendorong perubahan.
Sehingga rakyat yang turun ke jalan adalah wujud nyata bahwa demokrasi masih hidup, meski harus dibayar dengan risiko besar. Mereka juga berdiri sepenuhnya bersama gerakan tersebut, karena mereka menganggap perjuangan rakyat adalah kelanjutan dari semangat Reformasi yang dulu juga diperjuangkan dengan darah, air mata, dan pengorbanan.
“Kami tidak akan pernah tinggal diam ketika rakyat menjadi korban kekerasan negara. Gugurnya kawan Ojol adalah panggilan moral bagi kita semua untuk melawan praktik represif dan brutalitas aparat kepolisian. Demokrasi harus dibela, dan kami akan terus berada di barisan rakyat,” tambah Mereka.
Atas dasar itu pula, sebanyak 89 DPD dan DPC GMNI se-Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas tewasnya kawan Ojol, pejuang demokrasi yang gugur dalam perjuangan menegakkan hak-hak rakyat.
2. Menuntut hukuman berat dan adil terhadap anggota Polri yang menabrak hingga menyebabkan meninggalnya kawan Ojol. Tidak boleh ada impunitas bagi aparat pelanggar hukum.
3. Mengecam keras tindakan brutal aparat dalam menghadapi demonstrasi rakyat. Kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional yang harus dilindungi.
4. Menuntut Presiden segera mencopot Kapolri karena gagal mengendalikan situasi dan membiarkan aparat melakukan tindakan brutal yang mengakibatkan korban jiwa.
5. Aktivis GMNI berkomitmen penuh untuk terus bersama semua elemen bangsa untuk memperjuangkan demokrasi dan menolak segala bentuk pembungkaman, intimidasi, serta kekerasan dari negara.
6. Hentikan elit politik yang mempertontonkan kepongahan dan kesombongan yang kontradiktif dengan kondisi kesusahan rakyat sekarang.
Mereka juga memberikan pesan kepada masyarakat Indonesia bahwa gugurnya kawan Ojol adalah pengingat keras bahwa demokrasi Indonesia masih dalam ancaman serius.
Bagi mereka, darahnya tidak akan sia-sia, melainkan menjadi api perjuangan yang terus menyala demi tegaknya keadilan dan kebebasan rakyat.
Adapun 89 DPD dan DPC GMNI yang bertanda tangan adalah sebagai berikut:
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.